fbpx

Obat Sirup Anak yang Dilarang dan Ditarik Peredarannya oleh BPOM: Waspada terhadap Kesehatan Anak

Bagikan :

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Salah satu tugas utamanya adalah melakukan evaluasi terhadap obat-obatan yang beredar di pasaran, termasuk obat-obat khusus anak-anak seperti sirup.

Belakangan ini, BPOM telah mengambil langkah-langkah tegas dengan menarik peredaran beberapa obat sirup anak yang dianggap berpotensi membahayakan. Penarikan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebagai respons terhadap serangkaian kejadian tragis yang melibatkan anak-anak Indonesia.

Peristiwa tersebut terjadi terutama di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), sebuah rumah sakit rujukan nasional ginjal. Setelah penyelidikan intensif, BPOM menemukan bahwa pasien balita yang mengalami gagal ginjal tingkat akut mengonsumsi obat sirup yang mengandung tiga senyawa berbahaya: Ethylene Glycol Butyl Ether (EGBE), Ethylene Glycol (EG), dan Diethylene Glycol (DG).

Meskipun bahan-bahan ini sebenarnya tidak berbahaya jika digunakan sesuai dosis yang ditentukan, BPOM menemukan bahwa banyak obat sirup mengandung jumlah yang melebihi batas yang ditetapkan. Ambang batas cemaran ED dan DEG yang seharusnya tidak melebihi 0.1%, ditemukan dalam obat sirup sebanyak 1.28 hingga 443.66 mg per ml, jelas melampaui batas keamanan. Hal ini bertentangan dengan prinsip CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dalam industri farmasi.

Sebagai tanggapan tegas, BPOM memberlakukan sejumlah langkah, termasuk pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan pencabutan izin edar obat sirup yang melanggar ketentuan. Beberapa langkah yang diambil BPOM meliputi:

  1. Penghentian Produksi

    Perusahaan yang obat sirupnya termasuk dalam daftar dilarang diwajibkan menghentikan semua kegiatan produksinya. Hal ini diharapkan dapat mencegah produksi lebih lanjut dari obat-obat berbahaya.

  2. Penarikan Obat dari Peredaran

    Obat sirup yang sudah terlanjur diedarkan harus ditarik kembali. Proses ini mencakup penarikan dari toko obat, apotek, pedagang farmasi skala besar, maupun skala kecil. Produsen bertanggung jawab memastikan penarikan ini dilaksanakan dengan benar.

  3. Pemusnahan Stok

    Jika masih ada persediaan obat sirup yang dilarang di gudang perusahaan, semua stok ini harus dilenyapkan. Proses pemusnahan ini harus disaksikan oleh petugas BPOM untuk memastikan tidak ada sisa yang dapat mencemari lingkungan.

  4. Pelaporan ke BPOM

    Setelah langkah-langkah di atas dilakukan, perusahaan yang terkena sanksi harus membuat laporan pelaksanaan perintah. Ini menjadi langkah akhir sebagai bukti bahwa perusahaan telah menjalani sanksi dan perintah dari BPOM.

Daftar Obat Sirup yang Dilarang

BPOM secara khusus mencantumkan 32 produk obat sirup PT REMS yang dicabut izin edarnya. Daftar ini mencakup berbagai jenis obat dan kemasan, seperti Ambroxol JCI, Antasida DOEN, Broxolic, Calortusin, dan banyak lagi. Sementara itu, total 73 obat sirup yang sebelumnya dilarang berasal dari beberapa perusahaan, seperti PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, PT Afi Farma, PT Samco Farma, dan PT Ciubros Farma.

Kesimpulan

Pencabutan izin obat sirup anak menciptakan dampak serius pada industri farmasi dan masyarakat pengguna. BPOM bertindak tegas untuk melindungi kesehatan masyarakat dengan menghentikan peredaran produk yang dapat membahayakan. Penting bagi perusahaan farmasi untuk mematuhi standar CPOB dan batas yang telah ditetapkan untuk menjaga kualitas dan keamanan produk mereka. Masyarakat pun diharapkan lebih cermat dalam memilih dan mengonsumsi obat, serta selalu memperhatikan peringatan dari BPOM.

Instagram MHDC GROUP